Rumah gadang yang kembali berseri di penjuru negeri
Bunyi talempong terdengar dari serambi Rumah Gadang Gajah Maaram, diiringi suara tempurung kelapa yang beradu menciptakan suara-suara yang seakan-akan datang dari masa lalu.
Kaum ibu dari Sanggar Bundo Kanduang Nagari Koto Baru, Kecamatan Sungai Pagu, Solok Selatan, Sumatera Barat, gemulai memainkan tempurung itu dengan kedua tangan sambil menari. Mereka menampilkan atraksi Tari Tampuruang menyambut 80 wisatawan di Kawasan Saribu Rumah Gadang (SRG).
Tidak hanya menyaksikan tarian khas Solok Selatan, wisatawan yang tergabung dalam perjalanan Minangkabau Memanggil - Taragak Pulang tersebut juga berbaur bersama kebudayaan setempat dengan berparade menggunakan pakaian adat Minang serta menginap di rumah gadang.
80 wisatawan itu dibawa oleh Yayasan Uma Nusantara bersama Yayasan Tirto Utomo mengunjungi penjuru negeri yang masih memiliki rumah gadang sekaligus menyambut HUT ke-80 kemerdekaan Republik Indonesia.
Pembina Yayasan Uma Nusantara, Yori Antar mengatakan, setiap tahun menjelang 17 Agustus pihaknya mengadakan perjalanan cinta tanah air, kegiatannya meliputi peresmian rumah-rumah adat di pelosok nusantara.
"Tahun ini kami memilih Sumatera Barat, yakni Saribu Rumah Gadang di Solok Selatan dan Sumpu di Tanah Datar, di sini ada 5 rumah gadang hasil donasi dari Yayasan Tirto Utomo yang sudah jadi tapi belum diresmikan," kata Yori yang juga ikut berparade menggunakan pakaian ala Datuk Minangkabau di Kawasan Saribu Rumah Gadang.
Dengan demikian, rumah gadang itu tidak hanya menjadi rumah tinggal, tapi bisa menambah banyak nilai, salah satunya nilai tradisi dan budaya.
Menurutnya, penginapan itu memberikan pengalaman yang tak didapat dari hotel bintang lima. Di rumah gadang, antara tamu dan tuan rumah saling berinteraksi. Tuan rumah juga menyediakan kuliner dan bercerita,.
Yori yang juga arsitek dibalik restorasi kawasan Saribu Rumah Gadang itu mengatakan, Kementerian PUPR melalui program infrastruktur berbasis sosial dan budaya telah merebranding kawasan SRG ini serta membantu 35 rumah gadang yang rusak.
Sejak tahun 2019, Kementerian PUPR memang sudah merevitalisasi kawasan tersebut meliputi pemugaran 35 rumah gadang, penataan lanskap kawasan, dan pembangunan Menara Songket sebagai landmark, serta pembangunan fasilitas-fasilitas untuk wisatawan seperti ruang terbuka hijau dengan panggung hiburan, pusat kuliner, dan pusat informasi pariwisata.
Dengan semua dukungan pemerintah pusat ini, ia berharap Solok Selatan bisa direbranding sebagai desa wisata berbasis tradisi dan budaya.
Lima rumah gadang bantuan dari Yayasan Tirto Utomo itu pertama kali difungsikan sebagai penginapan (homestay), ditandai dengan penyerahan plakat secara resmi kepada pemilik rumah.
Yori mengatakan, untuk perbaikan satu rumah gadang di kawasan itu membutuhkan biaya Rp300 juta sampai Rp500 juta dengan kategori perbaikan berat, yang mengharuskan semuanya diganti kecuali tiang utama yaitu tonggak tuo.
"Kita berharap setelah rumah ini diresmikan, akan banyak kunjungan, banyak rombongan tur. Kita titip juga kepada masyarakat agar dirawat, dimanfaatkan, dan dikembangkan, agar bisa menjadi desa wisata unggulan secara internasional," katanya.
Koordinator Pembangunan Rumah Gadang di SRG, Yulnofrins Napilus, mengatakan, restorasi awalnya hanya terhadap satu rumah gadang. Setelah itu ada pertemuan Yori Antar dengan Menteri PUPR untuk mewujudkan rencana restorasi 35 rumah gadang.
Nofrins mengatakan, restorasi 35 rumah gadang itu --ditambah 5 rumah lagi dengan total 40 rumah gadang-- sudah dilakukan oleh pemerintah maupun Yayasan Tirto Utomo.
Ia menyebutkan, total rumah gadang yang ada di area seluas 26 hektare area itu sekitar 140 rumah gadang.
"Waktu itu sebelum direstorasi ada 45 rumah rusak dan sudah hampir hancur. Kita berharap pada pemerintah semoga berikutnya akan ada lagi tahap restorasi, sehingga menjadi percontohan untuk kampung etnik di Indonesia," jelasnya.
Menurut dia, banyak rumah gadang kurang terawat karena material kayu yang sulit didapat dan harganya mahal.
"Membuat rumah gadang menggunakan bahan kayu dari pohon tertentu dan tidak sembarangan, harus ada izin, sehingga menjadi salah satu kendala merestorasi rumah gadang," katanya.
Karena kesullitan itu, akhirnya warga banyak yang memilih membangun rumah tembok.
Namun, sejak proses restorasi rumah gadang berjalan, masyarakat mulai menyadari bahwa, rumah gadang ini jauh lebih bernilai dari rumah tembok.
"Ibu Lisa Tirto Utomo pernah berpesan kepada saya, agar semua rumah gadang bantuan ini dikomersialkan, disewakan sebagai homestay sehingga bermanfaat bagi pemiliknya. Ibu Tirto bilang, ini bukan proyek, dan beliau akan bantu pembangunannya tapi tolong rasa kegotong-royongan juga dibangun kembali," kata Nofrin menyitir ucapan Lisa Tirto Utomo semasa hidupnya.
Founder Yayasan Tirto Utomo yang juga merupakan istri dari Tirto Utomo itu telah tutup usia pada 31 Juli 2023 dalam usia 89 tahun.
Anak pertama Tirto Utomo yang ikut dalam perjalanan Minangkabau Memanggil - Taragak Pulang, Milena mengakui, kecintaan ibunya terhadap rumah-rumah adat di Indonesia sangat besar.
Milena mengatakan, upaya restorasi rumah adat yang telah dilakukan Ibunya bersama Yayasan Tirto Utomo bukan hanya di Sumatera Barat saja, tapi banyak sekali yang sudah dibangun di Indonesia bersama Yori Antar.
Mewakili keluarga Tirto Utomo, Milena berharap melalui rumah-rumah gadang yang direstorasi, perekonomian di sana berputar, dengan banyak menerima tamu yang akan menginap, sehingga dapat menjadi sentra turis dan lebih maju.
"Ibu juga berpesan agar masyarakat bisa mandiri dan bergotong-royong itu, yang diharapkan," katanya usai mengikuti upacara bendera memperingati HUT ke-80 RI di halaman rumah gadang.
Rizali Duana, seorang peserta tur Minangkabau Memanggil - Taragak Pulang asal Jakarta menilai pilihan warga untuk menjadikan rumah mereka sebagai penginapan adalah pilihan yang tepat.
Pemilik masing-masing rumah gadang harus berbesar hati agar rumahnya dibuka sebagai penginapan.
"Daripada kosong atau justru terbengkalai dan rusak, kata Rizali yang neneknya asli Matua, Kabupaten Agam.
Dengan adanya rumah gadang yang dijadikan sebagai penginapan, pengunjung dapat merasakan langsung budaya yang ada dan dapat menjadi cerita saat mereka kembali ke rumah masing-masing.
Rumah Gadang Chatib Sulaiman
Dari rumah gadang yang memiliki serambi di Solok Selatan, rombongan berpindah ke rumah gadang lain di tepian Danau Singkarak. Mereka disambut tari persembahan dan hentakan gendang tambua di Nagari Sumpu, Tanah Datar.
Nagari Sumpu menjadi titik terakhir perjalanan Minangkabau Memanggil - Taragak Pulang. Rombongan menginap selama dua malam di sana dan tidur di rumah gadang yang sudah direstorasi.
Sumber : antarasumbar.com
No comments