Header Ads

Header ADS

Kronologi Muasal Penguasaan Lahan di Air Bangis Pasaman Barat yang Memicu Unjuk Rasa Berhari-hari


Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Mahyeldi Ansharullah melakukan pertemuan khusus dengan Wakil Bupati Pasaman Barat (Pasbar) di Istana Gubernuran, Kamis sore (3/8/2023).

Menurut Mahyeldi, pertemuan itu untuk mendalami informasi terkait status dan kronologi penguasaan lahan hutan produksi oleh masyarakat di Jorong Pigogah Patibubur, Nagari Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas, Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar). Dalam pertemuan itu juga hadir Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono dan pihak-pihak terkait.

Ia menjelaskan, saat berdialog dengan masyarakat yang tergabung dalam aksi demonstrasi, salah satu tuntutannya adalah pengembalian lahan mereka.

Sementara menurut Data Dinas Kehutanan, total luas dari kawasan hutan di Nagari Air Bangis mencapai 20.373 hektare, terdiri atas hutan produksi seluas 16.427 hektare dan hutan lindung seluas 3.946 hektare, termasuk lahan yang disengketakan saat ini.

Kemudian, berdasarkan data akhir 2021 dari UPTD KPHL Pasaman Raya dan dari berbagai sumber, didapati informasi bahwa sebagian dari hutan produksi (HP) itu telah digarap masyarakat secara ilegal untuk perkebunan kelapa sawit.

Sementara itu, Wakil Bupati Pasaman Barat (Pasbar), Risnawanto mengatakan dulunya, sekitar tahun 2002, daerah itu merupakan kawasan perladangan yang digarap dengan sistem berpindah-pindah oleh masyarakat dari luar Air Bangis. Jumlahnya, kata Risnawato, waktu itu paling banyak sekitar 60 Kepala Keluarga (KK).

Seiring berjalannya waktu, ada pembukaan perkebunan kelapa sawit oleh PT. Bintara Tani, sehingga mulai ada akses jalan yang memadai. Kondisi itu membuat jumlah masyarakat yang bermukim menjadi semakin bertambah dari waktu ke waktu.

Kemudian, pada tahun 2007 mulai ada rencana pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Teluk Tapang dan pembukaan akses jalan untuk fasilitas pendukungnya, mulai dari kawasan Bunga Tanjung sampai ke Teluk Tapang. Panjang jalan yang dibangun sekitar 42 kilometer.

Setelah jalan mulai terbuka, sosialisasi dan imbauan pemerintah tentang larangan penggarapan lahan kawasan hutan lindung secara ilegal tidak lagi diindahkan masyarakat. Mereka tetap membuka dan menggarap secara manual atau tradisional. Kondisi demikian terus terjadi seiring jalannya pembangunan.

Atas dasar itu, Wabup Risnawanto menyebut, jika ada masyarakat Pigogah Patibubur yang mengeklaim memiliki lahan dua atau tiga hektare di sana, itu cukup masuk akal karena dulunya itu dibuka secara tradisional.

Namun, ketika ada yang mengaku memiliki puluhan sampai ratusan hektare, ia menilai itu patut dipertanyakan. Karena sulit dipercaya, ada masyarakat yang mampu membuka lahan secara tradisional hingga seluas itu.

Ia mengakui, sekarang kondisinya semakin rumit, masyarakat merasa lahan itu bukan aset negara, tetapi hak milik pribadi. Ditambah lagi banyaknya kepentingan yang dicurigai ikut bermain dalam permasalahan ini.

Sumber : padangkita.com

No comments

Powered by Blogger.