Header Ads

Header ADS

Menyilau Ganggo Mudiak, Nagari Wisata Pasaman di Garis Khatulistiwa

  

Kecamatan Bonjol, tepatnya di Ganggo Mudiak, merupakan satu dari segelintir wilayah di Indonesia yang dilewati garis ekuator atau khatulistiwa. Tempat lainnya, seperti Kota Pontianak di Kalimantan Barat.

Monumen Ekuator merupakan daya tarik utama di nagari wisata Ganggo Mudiak. Sejak dahulu situs di pinggir Jalan Lintas Sumatera ini menjadi salah satu titik yang mesti disinggahi turis asing saat tur Sumut-Sumbar. Selain garis ekuator, di sini juga ada tugu ekuator berupa bola globe peninggalan Belanda.

Kawasan Monumen Ekuator berjarak sekitar 150 kilometer dari pusat Kota Padang. Lokasi ini bisa ditempuh dengan moda transportasi darat, antara lain bus antarkota dalam provinsi, mobil travel, ataupun kendaraan pribadi. Jarak tempuh dengan mobil 4-5 jam via Jalan Lintas Sumatera.

Setiap tahun, kawasan garis ekuator ini mengalami fenomena ekuinoks yang terjadi dua kali setahun biasanya 21 Maret dan 23 September. Untuk September ini, pemerintah kabupaten menyiapkan festival dan bazar di kawasan Taman Ekuator selama 21-24 September 2022.

Situs sejarah

Selain dilintasi khatulistiwa, Ganggo Mudiak juga punya potensi wisata sejarah. Kecamatan Bonjol, termasuk Ganggo Mudiak dan nagari sekitarnya, merupakan daerah pusat pertahanan kaum Padri yang dipimpin pahlawan nasional Tuanku Imam Bonjol, ketika berperang melawan penjajah Belanda.

Di dalam kawasan Monumen Ekuator, terdapat Museum Tuanku Imam Bonjol. Di museum, pengunjung bisa menyaksikan senjata dan benda-benda peninggalan Tuanku Imam Bonjol dan pengikutnya semasa Perang Padri serta benda lainnya yang sezaman dengan itu.

Selain museum, terdapat pula situs-situs sejarah perjuangan kaum Padri. Di Ganggo Mudiak, ada Benteng Pertahanan Tuanku Imam Bonjol; Bukit Pangintaian, tempat tentara Padri mengintai musuh. Sementara itu, di Ganggo Hilia, ada Benteng Bukit Tajadi, benteng utama pertahanan tentara Padri.

Lokasi situs-situs tersebut tak jauh dari Monumen Ekuator. Benteng Pertahanan dan Benteng Bukit Tajadi berjarak sekitar 1,3 km dan 2,7 km dari monumen, bisa ditempuh dengan sepeda motor. Walakin, karena belum digarap optimal dan bersemak, tidak banyak kegiatan bisa dilakukan di sana, selain napak tilas sejarah dan memandang lanskap nagari.

Di bagian bawah Benteng Pertahanan, terdapat lorong tempat berlindung setinggi 1 meter dengan panjang lorong 20 meter. Sementara itu, di Bukit Pangintaian, terdapat parit tempat berlindung saat perang, tetapi sekarang tertutupi semak belukar dan sebagian tertimbun tanah.

Sebagai pelengkap nuansa napak tilas sejarah, di kafe Zero Degrees World samping museum, pengunjung bisa menikmati nasi ”Perang Padri” yang mulai dipasarkan satu setengah bulan lalu. Dinamakan demikian karena makanan seperti inilah yang dikonsumsi oleh Tuanku Imam Bonjol dan para pengikutnya saat perang.

Selain nasi putih, isi menu ini, antara lain, ikan asin bakar, jengkol bakar, sambal cabai hijau, timun, dan sayuran rebus, yaitu rimbang, pucuk papaya, buncis, kacang panjang, pare, daun singkong, dan kecombrang. Pengunjung juga bisa memesan telur dadar dan ikan nila salai untuk penambah selera makan.


 Sumber : kompas.id

 

 

 

No comments

Powered by Blogger.